Realita Orang Ambon dan Kekerasan

Pagi bae basudara !!

Dari judul di atas, memang konten kali ini cukup berat, tapi tetap mesti dibahas mengingat masih banyak persepsi/ stereotip yang salah dari orang luar terhadap orang Ambon (mewakili sebagian besar orang Maluku pada umumnya). Bukan maksud saya fanatis ras tertentu tapi saya mencoba berbagi pengalaman beserta resolusinya.

orang ambon
screenshoot video clip Puritan - Molukka HipHop (OST Cahaya Dari Timur)

Sebagai pengantar, mari kita lihat realita orang Ambon yang keluar merantau di beberapa kota besar di Indonesia (contohnya Jakarta atau Surabaya). Stereotip penduduk lokal terhadap orang Ambon yang merantau ini adalah identik dengan kekerasan, bodyguard,  premanisme atau yang diakui secara formal yaitu debt collector. Tidak sedikit saudara kita di tanah Jawa yang menganut stereotip ini. Saya sendiri pernah punya pengalaman pribadi yang membuktikan stereotip tersebut, misalnya pernah saya di suatu warkop di Tulung Agung terlibat percakapan dengan seorang bapak separuh baya, awalnya percakapan normal seperti orang pada umumnya yang sedang di warkop tapi ketika beliau menanyai saya berasal dari mana kemudian saya menjawab asli Ambon, beliau tidak lagi melanjutkan percakapan dan cenderung diam padahal bapak itu sendiri yang mengajak ngobrol. Tidak sampai lima menit, beliau langsung membayar kopinya dan pergi. Asusmsi saya, sepertinya ini sama ketika dulu saya di dalam bis dari Surabaya ke Malang, mungkin mereka tidak mau berurusan atau telibat dengan orang Ambon karena stereotip identiknya orang Ambon dan premanisme. 

Memang benar ada orang Ambon yang merantau dengan status bodyguard, debt collector, bahkan preman, padahal di antara mereka ada yang statusnya sebagai pelajar. Tapi apakah itu lantas dijadikan alasan identiknya orang Ambon dengan kekerasan ? saya rasa ini tidak benar, karena setau saya orang Ambon (keseluruhan orang Maluku) itu lebih dikenal dengan nyali yang besar, keperkasaan hingga nama baik, mereka tidak suka mencari masalah selama tidak ada yang mengganggu.

Lalu mengapa ada unsur kekerasan ?

Sebagai contoh, kasus debt collector misalnya. Apakah pebisnis di luar sana akan mempekerjakan orang penakut untuk menagih pada client yang jadual bayar utangnya melebihi waktu ditentukan ? saya rasa juga tidak, wajar saja kalau mereka mempekerjakan orang Ambon. Logikanya adalah, jika kita hendak berhutang, pastikan sanggup untuk membayar sesuai jadual. Kalau tidak, silahkan berurusan dengan debt collector. Dalam hal ini pun, saya belum pernah menemukan kasus dimana yang telat bayar utang adalah orang Ambon. intinya adalah kalau tidak sanggup bayar, jangan ngutang, dengan begitu tidak akan ada kekerasan fisik maupun non fisik.

Atau kerabat saya misalnya yang bekerja sebagai security di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Berdasar pengalamannya di tempat kerja, hampir tidak ada kekerasan tiap tahunnya. Jika ada kejanggalan dalam trafik pengiriman barang maupun lonjakan penumpang area pelabuhan, mereka bisa mengatasinya dengan protokol yang ada sehingga kemungkinan kecil masalah diselesaikan dengan metode kekerasan. Ingat, di sini status kerabat saya sebagai security tapi tidak identik dengan kekerasan.

Justru di kalangan orang Ambon yang merantau dengan cara bekerja di pelabuhan (security maupun buruh), debt collector hingga preman inilah yang sangat terlihat solidaritas dan karakter orang Ambon yang sebenarnya. "Ale rasa, beta rasa" yang memiliki makna 'apa yang kamu rasa, aku juga rasa' atau dengan kata lain, susah senang ditanggung sama - sama. Sepanjang tidak ada yang salah dalam pandangan mereka, pasti mereka akan tetap diam. 

Sebaliknya, untuk kalangan pelajar yang merantau malah sering saya dapati banyak kekerasan yang terjadi. contohnya; ketika bermain futsal antar orang Ambon atau lintas daerah, jika di dalam lapangan ada yang main kasar (tanpa wasit), kemungkinan besar setelahnya akan ada tawuran karena ada orang atau kelompok yang tidak terima dengan pertandingan tadi. Itupun belum soal perempuan dan rasisme antar kedua kubuh yang bermain di lapangan. 

Jika masih kurang, saya harap fakta di bawah ini akan mengubah pemahaman orang luar terhadap orang Ambon.

Sejenak kita tengok sejarah. Presiden pertama kita adalah Ir. Soekarno dengan nama panggilnya adalah Bung Karno. Apa hubungannya dengan Bung Karno ? lihat sapaannya dengan awalan 'Bung' yang merupakan sapaan asli orang Maluku (Bung: pria/kaka laki - laki perkasa, tegar, dan dihormati), beliau tidak disapa pak Karno atau mas Karno atau semacamnya padahal beliau merupakan orang Jawa (Surabaya). Begitu dekatnya beliau dengan orang Maluku pada masa itu sehingga ia justru menganut beberapa idealisme orang Maluku khususnya rasa persaudaraaan dan solidaritase yang tinggi.

Karena saya juga adalah orang Maluku yang besar di kota Ambon dan merantau di Surabaya, saya sangat kecewa dengan stereotip orang luar terhadap orang Ambon (sebagian besar identik dengan kekerasan). Dari jaman perjuangan pra kemerdekaan hingga sekarang pun saya kira watak orang Ambon sama saja yaitu identik dengan filosofi pohon sagu (di luar berduri tetapi di dalam ada sagu yang putih bersih).

Semoga dengan adanya ulasan ini, orang Ambon lebih dihargai dan tidak untuk ditakuti lagi tanpa memandang latar belakang ataupun pekerjaannya. Karena setiap orang yang merantau pasti punya tujuan yang sama yaitu ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi.



#tahuribabunyi

Share this:

nancutez said...

Memang kebanyakan org beranggapan org ambon identik dengan premanisme.
Awalnya saya tidak beranggapan seperti itu. Saya berpikir org ambon berpenampilan seperti "gahar" seperti itu, krn mereka tdk mau di anggap remeh oleh org lain, padahal mereka baik2 semua. Terbukti daya bersahabat dengan org ambon, dan mereka luar biasa baiknya. Tetapi, ada juga org ambon yg sok jagoan, mereka tahu kalau banyak org yg enggan berurusan dengan org ambon, tetapi hal itu dijadikan manfaat negatif. Saya punya pengalaman dijalan jakarta yg padat, motor selap selip serabutan, dan saya juga sebagai pengendara motor ikut2 nyalip ambil jalan lawan yg ternyata ada bus besar dan supir sedang menelpon dr hp nya. Terdengar oleh saya ada yg teriak "bego" otomatis saya teriak juga "elo yg bego" krn saya berpikiran supir bus itulah yg meneriaki saya. Dia juga salah bawa bus besar di jalan kecil, kecepatan yg lumayan kencang dan sambil teleponan. Tiba2 motor lain menghampiri saya, dengan nyolot bilang saya nantang dia, dan dia berucap "mau macem2 dengan ambon?" Dlm hati saya, emang kenapa kalai kamu ambon? Toh kita di negara yg sama. Dia tetap ngotot dan mau menelepon teman2nya. Krn saya tdk mau ribut, saya bilang kalau saya tdk ada masalah sama dia, dan org itu tetap ngotot dan seakan2 mau ajak berantem. Tp untungnya kami tdk sampai berkelahi, cuma saya tau dia buntuti dan catat plat motor saya. Dan disini, saya jd bingung, kenapa jadi org ambin merasa mereka jagoan sekali, sampai2 mau semua org takut sama mereka? Padahal masih banyak org ambon yg baik dan cinta damai. Tapi ga hanya org ambon seperti itu, masih banyak suku lain yg "sok jagoan" mohon maaf jika ada yg tdk berkenan, saya hanya share.. Trims

tahuribabunyi said...

kami yakin 100% dia bukan orang ambon.. hanya sok-sok-an orang ambon. karna orang ambon bukan tipe mencari masalah :)

Unknown said...

Saya senang baca blog nya:) menginspirasi sekali

Langit Malam said...

Hahaha. Saya bisa sampai di blog ini karena saya baru berurusan sama preman Ambon. Yah, stereotype itu toh yg membangun adalah orang-orang Ambon juga. Kalau mau menghapuskan stereotype itu, cuma orang Ambon yg bisa. Jangan mengharapkan terhapus dengan sendirinya.

Rico said...

Saya baru saja berurusan dengan oknum orang Ambon yang sok sok jadi jagoan, sudah nabrak mobil saya malah turun2 lebih galak dan bilangnya mau hubungin tapi malah blokir nomor saya dan mengatakan di Ambon itu hukum rimba yang berlaku. sebetulnya orang2 Ambon yang begini yang akhirnya menciptakan stereotype orang Ambon itu kasar

tahuribabunyi said...

kalau kamu yakin kamu benar, orang yang mengaku ambon itu bisa kamu lawan... tidak perlu ditakuti karna tampang dan perawakannya...

Unknown said...

Memang tidak semua orng ambon sperti itu, tpi ad beberapa yg sok kuat dan sok jago tpi sayangnya mereka tidak brani sendri tpi gerombolan hahahah...tpi tidak semua juga sperti itu,karna saya punya teman orng maluku banyak..saya suka sekali bilamana ad yg sok jago atau sok kuat hahaha..


Noel Pattiselanno said...

Sungguh..ini suatu artikel yang sangat menarik bagi saya yang orang Ambon, benar bahwa stereotip orang Ambon atau orang Maluku adalah dekat dengan watak yang keras, keberanian, suka kekerasan dan sterotip2 negatif lainnya, tetapi saya juga melihat bahwa dengan semakin berkembangnya zaman, tingkat pendidikan yang semakin baik, pergaulan yang lebih luas, dan semakin banyaknya orang Ambon yang memiliki pekerjaan dan profesi yang..maaf sebelumnya.."Tidak hanya mengandalkan otot dan keberanian"..maka orang Ambon atau generasi muda Ambon sekarang sudah banyak yang berubah, baik dalam pola pikir dan juga perilaku dalam berinteraksi dengan masyarakat. Saya bukanlah orang Ambon yang lahir di Ambon, tetapi orang tua saya asli dari Ambon, saya lahir dan besar di Surabaya, tetapi orang tua saya tetap mengajarkan saya tentang apa dan bagaimana budaya maluku itu, meskipun tidak lahir dan besar di Ambon, tetapi saya dan saudara2 saya fasih berbicara bahasa Ambon, lengkap dengan dialek dan istilah2nya, sehingga banyak teman2 yang tidak percaya bahwa saya tidak lahir dan besar di Ambon. Akhir kata...saya mau mengajak kita semua..khususnya orang Ambon dan masyarat Maluku...mari kita tunjukan kepada masyarakat bahwa orang Ambon bisa berubah..berubah menjadi lebih baik, lebih baik dalam arti bahwa kita sendiri, orang Ambon, bisa membuktikan bahwa apa yang selama ini menjadi stereotip orang Ambon/masyarakat Maluku (suka kekerasan, sangar dll) tidaklah 100% benar. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada saudara2 kita yang karena tuntutan profesi dan pekerjaan membuat mereka perlu tampil dengan segala kesangaran nya. Tetapi mari..katong semua basudara tunjukan kepada masyarakat luas bahwa inilah orang Ambon..mungkin berduri diluar, tetapi putih bersih di dalam.

tahuribabunyi said...

setuju kawan...

Stephanie said...

Menurut saya pada dasarnya semua orang itu baik, baik dari ras maupun suka manapun, tergantung kita menyikapi nya. Saat ini saya lagi dekat dengan orang ambon, dan saya sendiri dari etnis Tionghoa, dia sangat ramah dan sangat menghargai saya. Dan itu yang membuat saya menyukainya. 😊

 
Copyright © tahuribabunyi. Designed by OddThemes